Kebijakan new normal kembali
digaungkan di tengah pandemi virus corona yang kian meluas
dan menginfeksi jutaan orang di dunia. Salah satunya adalah pemerintah
Indonesia. Perekonomian yang mulai terguncang membuat sejumlah
negara mulai melonggarkan kebijakan terkait mobilitas warganya, termasuk
Indonesia yang datang dengan kebijakan new normal.
Seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Rabu
(20/5/2020), Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmita mengatakan, new
normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas
normal.Namun, perubahan ini ditambah dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19
Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor
HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19
di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha
pada Situasi Pandemi. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan dunia
usaha dan masyakat pekerja memiliki kontribusi besar dalam memutus mata rantai
penularan karena besarnya jumlah populasi pekerja dan besarnya mobilitas, serta
interaksi penduduk umumnya disebabkan aktivitas bekerja. "Tempat kerja
sebagai lokus interaksi dan berkumpulnya orang merupakan faktor risiko yang
perlu diantisipasi penularannya," katanya, seperti dikutip situs web
Kemenkes.
Indikator
New Normal Saat Pandemi Corona
Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, menyampaikan beberapa indikator dari WHO
dalam rangka skenario new normal di tengah pandemi corona. "Jadi WHO
memberikan beberapa indikator yang diminta untuk dapat dipatuhi oleh semua
negara di dunia dalam rangka menyesuaikan kehidupan normalnya, new normal-nya
itu dengan COVID-19, sampai kita belum menemukan vaksin," jelas Kepala
Bappenas. Indikator yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Tidak
menambah penularan atau memperluas penularan atau semaksimalnya mengurangi
penularan.
"Ada
sebuah cara untuk menghitung, yaitu apa yang disebut dengan basic reproduction
number. Jadi basic reproduction number itu adalah sebuah angka yang menunjukkan
sebuah virus atau sebuah bakteri atau sebuah penyakit itu bagaimana daya
tularnya dari seseorang ke orang lain,” terang Menteri PPN. Misalnya, Menteri
PPN mencontohkan campak itu daya tularnya itu 12-18 yang artinya basic
reproduction number-nya atau yang disingkat dengan R0/R naugth kalau
disebutnya.
“R naught
itu tulisannya N A U G H T, R naught, itu campak itu 12-18 dan dia melalui
aerosol. Kemudian ada juga misalnya batuk rejan atau pertusis itu 5,5. Kemudian
kalau kita ingat Flu Spanyol pada 100 tahun yang lalu itu 1,4 sampai 2,8,” kata
Menteri PPN.
Artinya, menurut Suharso, satu orang itu bisa
menularkan sampai 2-3 orang dan Covid-19 di seluruh dunia itu yang direkam oleh
WHO adalah dari 1,9 sampai 5,7 R0-nya. Untuk Indonesia, sampai hari ini
diperkirakan 2,5 yang artinya 1 orang itu bisa menularkan ke 2 atau 3 orang.
“Tugas kita adalah bagaimana pada waktu
tertentu kita bisa menurunkan R0 itu dari yang namanya 2,5 atau 2,6 persisnya
menjadi di bawah 1, artinya dia tidak sampai menularkan ke orang lain,”
“Sekarang
kita akan menghitung itu untuk semua kabupaten/kota dan seluruh provinsi di
Indonesia. Itu indikator pertama yang kita akan gunakan, yaitu R0 atau Rt-nya,”
ujarnya.
2.
Menggunakan indikator sistem kesehatan yakni seberapa tinggi adaptasi dan
kapasitas dari sistem kesehatan bisa merespons untuk pelayanan COVID-19.
"Jadi apabila nanti ada penularan baru
atau ada yang mesti dirawat itu benar-benar tersedia atau tidak. Jadi misalnya
jumlah kasus yang baru itu jumlahnya harus lebih kecil dari kapasitas pelayanan
kesehatan yang bisa disediakan,” katanya. Kapasitas pelayanan kesehatan yang
disediakan itu, menurut Menteri PPN, harusnya 60% dari total kapasitas
kesehatan, misalnya, kalau sebuah rumah sakit punya 100 tempat tidur, maka
maksimum 60 tempat tidur itu untuk Covid-19
3.
Surveilans yakni cara menguji seseorang atau sekelompok kerumunan apakah dia
berpotensi memiliki COVID-19 atau tidak sehingga dilakukan tes masif.
"Nah tes masif kita ini hari ini termasuk
yang rendah di dunia. Kita sekarang ini baru mencapai 743 per 1 juta, atau
sekarang sudah 202.936 orang yang dites,” ujarnya. Dengan kapasitas yang
sekarang, lanjut Menteri PPN sudah naik 10.000 sampai 12.000 (tes per hari),
bahkan kemarin tanggal 18 Mei sudah mencapai 12 ribu lebih tes, maka diharapkan
dalam 1 bulan ke depan kita bisa mencapai angka 1.838 per 1 juta penduduk
Protokolnya itu, menurut Menteri PPN nanti akan
disiapkan, harus dipromosikan, dikampanyekan, dan berharap pers bisa ikut
membantu dan semua untuk bisa hidup kembali atau hidup dalam new normal.
“Kampanye tentang bagaimana hidup dengan new normal itu, yaitu bagaimana nanti
sikap kita di dalam restoran, di bandara, di pelabuhan, di stasiun kereta, di
mana saja, ketika kita itu (berada di tempat) yang ada punya potensi kontak
kepada orang lain. itu yang ingin saya sampaikan,” urainya. (*)
Penulis: Dimas Bambang Ariono
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang
E-Mail: dbambang905@gmail.com